Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng
1. Sejarah Desa
Tersebutlah kerajaan Kerta Sari Waringin (Sekarang disebut Desa Julah) yang mana pada saat itu diperintah oleh seorang raja yang bernama Yudodana. Dalam menjalankan pemerintahannya beliau sangat taat pada ajaran-ajaran agama beliau juga berjiwa seni, yaitu seni lukis, tari dan seni suara / wirama. Setelah beberapa tahun memegang pemerintahannya, tiba-tiba datanglah kaum bajak (dari daerah luar) menyerangnya. Sehinga beberapa dari penduduknya lari kearah selatan yang sekarang daerah ini disebut dengan banjar batu gambir. Dan sebagiannya lagi menuju daerah barat dari tempat itu(sekarang bernama desa sembiran).
Setelah beberapa lama kemudian keadaan sudah semakin tenang dan penduduknya sudah semakin berkembang, berdirilah sebuah kerajaan di desa sembiran ini, yang nama rajanya pada saat itu bernama Seri Jana Sadu Warmadewa.
Raja ini juga taat sekali dengan ajaran-ajaran agama, sehingga pemerintahannya berjalan pesat. Untuk menghindari terjadinya sesuatu yang menyimpang dengan ajaran-ajaran agama (sundarigama) maka beliau membuat suatu atura-aturan sebagai berikut :
- Barang siapa yang mengambil (kawin) dengan keluarga misanan maka dikeluarkan dari desa tersebut.
- Barang siapa yang melahirkan (punya anak perempuan ) berturut-turut tiga orang maka mereka dikeluarkan dari desa (dihukum) disuatu tempat yang telah ditentukan yang agak jauh dari tempat pemukiman desa sembiran.
Lama kelamaan orang-orang ini semakin berkembang, dan mendirikan sebuah banjar yang disebut dengan banjar kubuanyar, yang artinya : banjar yang baru saja di bentuk (berdiri). Setelah beberapa lama kemudian datang orang-orang baru (tamu) untuk mencari mata pencaharian di tempat ini yaitu di banjar kubuanyar.
Semakin lama semakin berkembang dan semakin banyak penduduknya lalu mendirikanlah sebuah desa yang disebut dengan : Desa Pacung, yang mana pengertiannya sebagai berikut.
Pacung sama dengan pancang (pekukuh) yang artinya penahan atau penguat. Dan huruf Pa didepan adalah Pasek. Jadi yang menguatkan / sebagai pekukuh di desa Pacung ini adalah orang-orang Pasek (terbukti sejak dahulu yang memegang pemerintahan di desa baik desa adat maupun desa administrasi adalah orang-orang pasek (dulu disebut penyarikan)).
Adanya banjar Bangkah yang sekarang bernamaDusun atau banjar Alassari adalah berasal dari orang-orang (penduduk desa sembiran) yang sakit (Ile, lepra, kusta dan sakit lainnya yang dipandang tidak bisa sembuh) yang dihukum atau diasingkan di tempat ini, takut nanti penyakit tersebut menular kepada masyarakat lainnya. Lalu ditempat inilah orang-orang tersebut berobat dan memohon kehadapan Ida Sang hyang Widi Wasa agar di berkahi kesehatan (sembuh kembali).
Setelah beberapa lama kemudian orang-orang ini dapat sembuh dan sehat kembali, sehingga bisa berkembang dengan pesat lalu mendirikanlah sebuah tempat pemukiman yang diberi nama banjar Bangkah (sekarang banjar / dusun Alassari). Bangkah yang asal katanya adalah :
- Bang = merah, utpeti = lahir / hidup,
- Kah = mendapat awalan ber sehingga menjadi berkah yang artinya perlindungan (dari Ida Sang Hyang Widi Wase). Sehingga orang-orang yang sakit keras dapat sembuh dan hidup kembali. Jadi banjar Kubuanyar dan Banjar Bangkah (Alassari) ini adalah berasal dari desa sembiran, sekalipun berpisah pidah namun tetap bersatu, ini terbukti pada saat pelaksanaan upacara yadnya khusunya pitra yadnya masih mebiyetanem.
Sejak tahun 1968 Desa Pacung (Kubuanyar) dan Alassari (bangkah) digabung menjadi satu yang disebut desa Pacung. Kemudian desa Pacung ini di bagi menjadi 2 banjar yaitu:
- Banjar Kubuanyar : Ketut Ranten (kadus)
- Banjar Alassari : Wayan Liyarsadi (kadus)
Dan mulai saat inilah mulai menata pembangunan-pembangunan di desa Pacung seperti : pura kahyangan tiga, bale banjar di masing-masing banjar / dusun dan lain-lain.